Jumat, 12 Agustus 2011

Tugas Bahasa Indonesia "Menulis Resensi Buku Non-Fiksi"


Ketika Orde Baru Berakhir

Judul                : Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa
Penulis             : Asvi Warman Adam
Penerbit           : Kompas, PT. Kompas Media Nusantara
Tahun              : 2009
Tebal               :257 halaman

Buku ini merupakan kumpulan artikel Dr. Asvi Warman Adam yang pernah terbit di Harian Kompas. Lalu ditambah lagi dengan satu tulisan lagi dari Koran lain tentang Supriyadi. Asvi Warman Adam menulis tentang sejarah dengan sisi lain dan menguraikannya menjadi suatu kebenaran sejarah yang selama ini ditutupi tirani kekuasaan Orde Baru. Dengan bahasa yang lugas, Asvi mengemukakan berbagai kontroversi tentang sejarah dan mengupasnya satu-persatu.
Buku ini menyinggung enam tokoh yang pernah menjadi Presiden RI dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau RI (Republik Indonesia) dianggap sebagai suatu kesinambungan dari tahun 1945 sampai sekarang, maka ada dua nama lagi yang perlu karena mereka pernah menjalankan fungsi Presiden (walaupun hanya dalam hitungan bulan) yaitu Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Sjafruddin yang menjadi ketua PDRI dengan ibu kota Bukittinggi dan Mr. Assaat yang menjadi Presiden RI saat Soekarno menjadi Presiden RIS. Tentu juga ada tokoh-tokoh lain seperti Agus Salim yang mengajarkan kita bagaimana menjadi manusia merdeka, Sunario yang sangat tebal rasa kebangsaannya, Natsir perdana menteri yang tekenal dengan Mosi Integralnya, serta Hoegeng jendral polisi yang sulit ditandingi kejujurannya.
Asvi berpendapat sejarah tidak terlepas dari kekuasaan. Penguasa memerlukan sejarah sebagai legitimasi. Untuk itu dilakukan pembengkokan sejarah seperti yang terjadi pada era Orde Baru melalui kurikulum serta buku pelajaran sejarah, museum, monument, film dan berbagai peringatan. Dengan buku ini Peneliti Utama LIPI ini ingin meluruskan berbagai rekayasa sejarah yang sengaja dibuat rezim Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaanya. Lahirnya Pancasila dan Serangan Umum 1 maret 1949 adalah dua contoh rekayasa yang sudah diluruskan.
Polemik tentang pengangkatan Pahlawan Nasional pun dihadirkan dalam buku ini. Mengapa ada seorang yang dianggat menjadi Pahlawan Nasional namun sebagian lagi tidak dianggat (oleh Presiden)?. Jika betul daftar Pahlawan Nasional adalah album perjuangan segenap anak bangsa, mangapa etnis Tionghoa tidak terwakili. Pahlawan Nasional yang bersinggungan dengan kelompok kiri pun seolah dilenyapkan dalam daftar Pahlawan Nasional, seperti Tan Malaka dan Alimin. Jika sastrawan seperti Abdul Muis dan Ismail Marzuki bisa mendapat gelar terhirmat ini, mengapa seorang Pembina olah raga atau atlet tidak?
Penulis yang lulus doctor sejarah dari EHESS Paris tahun 1990 ini juga meneliti tentang masalah-masalah ASEAN, Vietnam dan Kamboja. Setelah 1998 dia sering menulis tentang rekayasa sejarah Orde Baru dan historiografi Indonesia dari prespektif korban. Sayangnya, buku ini hanya memuat sejarah pasca era Kebangkitan Nasional sampai Reformasi. Padahal perjalanan bangsa ini sudah dimulai dengan berdirinya berbagai kerjaan di Nusantara sejak abad ke-4 masehi. Sejarah era tersebut juga masih banyak menimbulakan kontroversi, seperti pusat kerajaan Majapahit yang belum jelas, asal Walisongo yang masih diperdebatkan para ahli dan beberapa mitos-mitos sejarah lainnya. Akan tetapi buku Asvi ini telah banyak membongkar mitos-mitos sejarah yang diciptakan oleh Orde Baru, sehingga kita kita bisa melihat sejarah dengan lebih manusiawi.